A.
Perencanaan
Menurut Tjokroamidjojo
(1995) dalam Ovalhanif (2009) mendefinisikan perencanaan sebagai suatu cara
bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maksimum output) dengan sumber-sumber
yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Selanjutnya dikatakan bahwa,
perencanaan merupakan penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan
dilakukan, bagaimana, bilamana dan oleh siapa.
Menurut Terry (1960)
dalam Mardikanto (2010), perencanaan diartikan sebagai suatu proses pemilihan
dan menghubung-hubungkan fakta, serta menggunakannya untuk menyusun
asumsi-asumsi yang diduga bakal terjadi di masa datang, untuk kemudian
merumuskan kegiatan-kegiatan yang diusulkan demi tercapainya tujuan-tujuan yang
diharapkan.
Perencanaan juga
diartikan sebagai suatu proses pengambilan keputusan yang berdasarkan fakta,
mengenai kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan yang
diharapkan atau yang dikehendaki.
B.
Perencanaan Partisipatif
Menurut Wrihatnolo dan
Dwidjowijoto (1996) adalah proses perencanaan yang diwujudkan dalam musyawarah
ini, dimana sebuah rancangan rencana dibahas dan dikembangkan bersama semua pelaku
pembangunan (stakeholders). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat
penyelenggara negara (eksekutif,legislatif, dan yudikatif), masyarakat,
rohaniwan, dunia usaha, kelompok profesional, organisasi-organisasi
non-pemerintah.
Menurut Sumarsono (2010),
perencanaan partisipatif adalah metode perencanaan pembangunan dengan cara
melibatkan warga masyarakat yang diposisikan sebagai subyek pembangunan.
Menurut penjelasan UU. 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional: “perencanaan partisipatif
dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap
pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan
rasa memiliki”. Dalam UU No. 25 Tahun 2004, dijelaskan pula “partisipasi
masyarakat” adalah keikutsertaan untuk mengakomodasi kepentingan mereka dalam
proses penyusunan rencana pembangunan.
C.
Tujuan Perencanaan
Partisipatif
Tujuannya agar masyarakat
diharapkan mampu mengetahui permasalahannya sendiri di lingkungannya, menilai
potensi SDM dan SDA yang tersedia, dan merumuskan solusi yang paling
menguntungkan.
D.
Prinsip-Prinsip
Perencanaan Partisipatif
1.
Ada identifikasi stakeholders yang relevan
untuk dilibatkan dalam proses perumusan visi, misi, dan agenda SKPD serta dalam
proses pengambilan keputusan penyusunan renstra SKPD;
2.
Ada
kesetaraan antara government dan non government stakeholders dalam pengambilan
keputusan;
3.
Ada transparansi dan akuntabilitas dalam
proses perencanaan;
4.
Ada keterwakilan yang memadai dari seluruh
segmen masyarakat, terutama kaum perempuan dan kelompok marjinal;
5.
Ada sense of ownership masyarakat terhadap
renstra SKPD
6.
Ada pelibatan media;
7.
Ada konsensus atau kesepakatan pada semua
tahapan penting pengambilan keputusan seperti perumusan prioritas isu dan
permasalahan, perumusan tujuan, strategi, dan kebijakan, dan prioritas program.
E.
Filosofi Perencanaan
Partisipatif
Menekankan adanya peran serta
aktif dari masyarakat dalam merencanakan pembangunan mulai dari pengenalan
wilayah, pengidentifikasian masalah sampai penentuan skala prioritas.
F.
Manfaat Perencanaan
Partisipatif
1.
Sebagai
pendorong masyarakat dalam merubah kebutuhan masyarakat dari keinginan (felt
need) menjadi nyata (real need), sehingga Pelaksanaan program lebih terfokus
pada kebutuhan masyarakat.
2.
Perencanaan
dapat menjadi stimulasi terhadap masyarakat, untuk merumuskan den menyelesaikan
masalahnya sendiri;
3.
Program
dan pelaksanaannya lebih aplikatif terhadap konteks sosial, ekonomi, dan budaya
serta kearifan lokal, sehingga memenuhi kebutuhan masyarakat;
4.
Menciptakan
rasa memiliki dan tanggung jawab di antara semua pihak terkait dalam
merencanakan dan melaksanakan program, sehingga dampaknya dan begitu pula
program itu berkesinambungan;
5.
Perlunya
memberikan peran bagi semua orang untuk terlibat dalam proses, khususnya dalam
pengambilan dan pertanggungjawaban keputusan, sehingga memberdayakan semua
orang yang terlibat (terberdayakan);
6.
Kegiatan-kegiatan
pelaksanaan menjadi lebih obyektif dan fleksibel berdasarkan keadaan setempat;
7.
Memberikan
transparansi akibat terbuka lebarnya informasi dan wewenang;
8.
Memberikan
kesempatan masyarakat untuk menjadi mitra dalam perencanaan.
G.
Metode Perencanaan
Partisipatif
1.
Metode
Participatory Rural Appraisal (PRA)
Teknik untuk menyusun dan mengembangkan program yang
operasional dalam pembangunan desa. Metode ini ditempuh dengan memobilisasi
sumberdaya manusia, alam setempat, lembaga lokal guna mempercepat peningkatan
produktivitas, menstabilkan dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta mampu
pula melesetarikan sumber daya setempat
Metode ini menekankan adanya peran serta aktif dari
masyarakat dalam merencanakan pembangunan (penyelesaian masalah) mulai dari
pengenalan wilayah, pengidentifikasian masalah sampai penentuan skala
prioritas.
Teknik PRA antara lain: (1) Secondary Data Review
(SDR)- Tinjau Data Sekuder; (2) Direct Observation-Observasi Langsung; (3)
Semi-Structured Interviewing (SSI)-Wawancara Semi Tersruktur; (4) Focus Group
Discussion (FGD)-Diskusi Kelompok Terfokus; (5) Preference Ranking and Scoring;
(6) Direct Matrix Ranking; (7) Peringkat Kesejahteraan; (8) Pemetaan Sosial;
(9) Transek (Penelusuran); (10) Kalender Musim; (11) Alur Sejarah; (12) Analisa
Mata Pencaharian; (13) Diagram Venn; (14) Kecenderungan dan Perubahan.
2.
Metode
Rapid Rural Appraisal (RRA)
Pengumpulan informasi dari pihak luar (outsider),
kemudian data dibawa pergi, dianalisa dan peneliti tersebut membuat perencanaan
tanpa menyertakan masyarakat. RRA lebih bersifat “penggalian informasi”,
sedangkan PRA dilaksanakan bersama-sama masyarakat, mulai dari pengumpulan
informasi, analisa, sampai perencanaan program.
3.
Metode
Kaji-Tindak Partisipatif
Esensinya menunjuk pada metodologi Participatory
Learning and Action atau belajar dari bertindak secara partisipatif; belajar
dan bertindak bersama, aksi refleksi partisipatif. Penggunaan istilah PLA
dimaksudkan untuk menekankan pengertian partisipatif pada proses belajar
bersama masyarakat untuk pengembangan. Kajian partisipatif menjadi dasar bagi
tindakan partisipatif. Jika dari suatu tindakan terkaji masih ditemui hambatan
dan masalah, maka kajian partisipatif diulang kembali untuk menemukan jalan
keluar, demikian seterusnya.
H. Contoh
partisipasi masyarakat dalam pembangunan
1. Masyarakat bertanggung
jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dari program yang telah ditetapkan
pemerintah
2. Anggota masyarakat
berpartisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan.
3. Anggota masyarakat
terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan tentang cara pelaksanaan
sebuahproyek dan ikut serta sebagai fasilitator
I. Contoh penerapan partisipasi masyarakat dalam
kehidupan masyarakat Indonesia :
1.
Mapalus di Minahasa
2.
Makombong di Enrekang
3.
Gotong Royong di Jawa
4.
Budaya
konsensus (musyawarah) dalam
kehidupan masyarakat di Indonesia.
J.
Tahapan penerapan
partisipasi di Indonesia
1.
Tahun 1970 ; Konsep-konsep kemandirian dan
prinsip-prinsip pembangunan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat telah
dicantumkan dalam GBHN, dimana kebijakan pembangunan masih sangat bersifat sentralistik
2.
Tahun 1980 ; Telah
menemukan cara pendekatan
dengan partisipasi. Dan berhubung penerapan partisipasi
sangat rumit maka penerapannya
cenderung kembali ke praktek-praktek sentralistik
3.
Tahun 1999 ; Dengan
keluarnya UU No. 22 Tahun
1999, tentang Otonomi Daerah maka pendekatan sentralistik mulai diubah ke arah
pendekatan desentralistik.
No comments:
Post a Comment